Kemarin, saya sudah bercerita, bahwa tekanan internal yang seringkali meredam inovasi pada sebuah organisasi dan lembaga yang mengurusi sektor kepemudaan.
Kita semua tahu otoritas dan pemikiran kelompok adalah biangkeladi dari mandeknya ide-ide segar.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana organisasi kita mempersiapkan diri keluar dari situasi yang menjinakan kita untuk menjadi seorang medioker? Salah satu caranya, mengundang “Orang Asing” (baca: orang kreatif/orang imajinatif/orang inovatif) menjadi bagian dari tim kita.
Orang Asing bagi saya disini adalah individu maupun kelompok dari pihak luar yang menyelamatkan kita dari jebakan rutinitas dan berbagai beban psikologis seperti pemikiran kelompok dan otoritas atasan yang membuat kita bergerak pas-pasan.
Orang Asing tidak memiliki beban apapun terhadap organisasi kita, ini yang membuat Orang Asing lebih jujur dan berani berinovasi.
“Individu yang sangat kreatif memiliki kepribadian yang independen”
Orang Asing, meskipun tidak sepenuh kuat menghadapi tekanan kelompok, setidaknya ia lebih berpotensi melawan pemikiran seragam, karena ia mempunyai jarak psikologis dengan orang-orang yang berada di dalam organisasi.
Pengalaman saya mengatakan, dengan adanya jarak psikologis dari sebuah anggota tim, membuat kita dapat melihat sesuatu lebih objektif dan holistik.
Orang Asing tidak disibukan dengan hal-hal yang bersifat subjektif, seperti perasaan suka tidak suka terhadap sesama anggota tim.
Membawa Orang Asing menjadi anggota sementara dalam kelompok sangat membantu untuk menciptakan ekosistem yang ramah terhadap ide-ide baru.
Hal ini selaras dengan pendapat, Profesor psikologi University of California, Charlan Jeanne Nemeth, yang menyarankan untuk menarik orang-orang kreatif yang berani memberikan opini alternatif dan membuat resah pola pikir kelompok. Berdasarkan penelitian Nemeth, individu yang sangat kreatif memiliki kepribadian yang independen.
“Orang Asing” juga manusia biasa
Perlu diingat, bahwa Orang Asing yang paling kreatif pun adalah manusia biasa. Karena pada kenyataannya permikir yang paling berbeda sekalipun memiliki kesamaan dengan orang-orang lain.
Orang Asing juga punya cicilan rumah tangga, biaya kuliah, dan persiapan pensiun yang harus mereka perjuangkan. Ini membuat mereka waspada dan berkompromi agar dapat bekerja sama dengan berbagai jenis kelompok.
Maka jelas tidak adil bagi perusahaan maupun pemerintah untuk menganggap Orang Asing dapat selalu memberikan gagasan yang inovatif. Karena seiring berjalannya waktu Orang-Orang Asing ini akan cenderung terintegrasi kepada pemikiran kelompok.
“Seiring berjalannya waktu Orang-Orang Asing ini akan cenderung terintegrasi kepada pemikiran kelompok”
Sederhananya, menurut Cynthia Barton Rabe, dalam buku The Innovation Killer (2006), sebagian besar Orang Asing bahkan pemikir paling liar sekalipun akan mulai menjadi orang dalam saat mereka terlalu lama di dalam tim, kerena mereka akan kehilangan jarak psikologisnya.
Saya mengakui, jarak psikologs adalah mantra yang paling efektif untuk menyingkirkan hantu-hantu pemikiran kelompok.
Contohnya dalam lembaga-lembaga yang mengurusi sektor kepemudaan, sebagian besar dari kita sering berasumsi bahwa kita telah menampung pemikiran yang beragam dengan dalil kita telah membangun tim yang terdiri dari anak-anak muda dengan latar belakang atribut sosial yang berbeda-beda.
Namun yang fatal adalah, kita lupa bahwa anak-anak muda yang beragam ini hidup di lembaga yang sama, maka tidak aneh jika mereka memiliki kecenderung berfikir dengan cara yang sama dan seringkali seragam . Singkatnya, tidak akan pernah ada kemajuan yang dapat diharapkan dari pembangunan kepemudaan, dalam situasi seperti ini.
Sebagaimana Ilustrasi yang diceritakan Rabe, “anda dapat menjinakan bebek liar, namun anda takkan bisa membuat bebek yang jinak menjadi liar kembali”. Begitupun dengan anak-anak muda yang kreatif, imajinatif dan inovatif.
Anda bisa merekrut mereka bergabung secara permanen dengan organisasi Anda, namun mereka akan menjadi seperti tim Anda dalam waktu yang lama.
Mencari “Orang Asing” untuk sektor kepemudaan
Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang inovatif adalah orang yang berfikir terbuka, banyak melakukan perjalanan, berdiskusi dengan beragam wacana dan kecanduan membaca. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki kecintaan pada ilmu pengetahuan dan haus pengalaman baru.
Mereka tidak diukur dari popularitas, mereka seringkali hanya menopang tokoh-tokoh besar di balik layar, duduk disamping Anda membicara hal-hal yang biasa-biasa saja, namun ternyata dia orang yang menciptakan hal-hal luar biasa.
“Orang-orang yang inovatif adalah orang yang berfikir terbuka, banyak melakukan perjalanan, berdiskusi dengan beragam wacana dan kecanduan membaca”
Mereka adalah orang-orang gila yang percaya bahwa bukan posisi yang penting, tapi kolaborasilah yang meningkatkan laju inovasi.
Orang-orang semacam ini memiliki inteligensi tinggi, karena dapat menghubungkan ide-ide yang sekilas tampak bertolak belakang menjadi gagasan baru yang bernilai dan bermanfaat praktis.
Dalam buku The Medicci Effect, Frans Johansson, saya melihat Orang Asing ini seperti para konsultan yang memiliki kemampuan “expert generalist” atau seorang ahli yang memiliki kemampuan dan pengetahuan umum.
Mereka tidak hanya fokus pada satu industri atau displin ilmu, Orang Asing secara aktif meneruskan pengetahuan mereka dari sektor ke sektor lain yang bahkan tidak ada relevansinya sama sekali.
Ini ternyata adalah kekuatan, dimana gagasan dari setiap sektor, terus-menerus terakumulasi dan terorkestrasi menjadi inovasi-inovasi radikal di setiap sektor.
Praktisnya, Orang-Orang Asing ini dapat anda temukan dengan cara mencari jasa konsultan, menggunakan divisi lain di dalam organisasi yang sama atau meminjam dari organisasi lain yang berkaitan langsung maupun yang tidak berkaitan sama sekali dengan isu-isu kepemudaan.
Wildanshah adalah Komisaris Warga muda, sebuah lembaga yang bergerak di kajian bonus demografi, youth policy, dan youth development.