5   +   6   =  
Bagikan

Stop! Jaga Jarak. Kita sedang melakukan social distancing saat ini. Yap! Social distancing atau pembatasan sosial akhir-akhir ini menjadi istilah yang sedang ‘naik daun’.

Bukan hanya itu, beberapa himbauan lain juga seakan menjadi norma baru di Indonesia seperti, cuci tangan, tidak berjabat tangan, tidak menyentuh wajah, memakai masker saat sakit, dan lain sebagainya.

Berawal dari kota Wuhan, China. Tidak pernah terbayangkan bahwa severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau virus Corona akan menjadi pandemi yang menakutkan bagi Indonesia. Bahkan Pilkada 2020 aja bisa jadi ditunda karena corona atau yang paling parah kita akan mengalami krisis ekonomi akibat ini.

Ironisnya, sebelum virus ini ‘mampir’, begitu banyak pemuda yang menjadikannya sebagai bahan lelucon atau meme. Kesal, itu yang saya rasakan saat itu! Mengapa kita tidak bisa menjadi pribadi yang lebih was-was atau sedikit berempati dengan negara lain yang sudah terpapar virus ini terlebih dahulu?  

Infeksi virus SARS-CoV-2 dikenal sebagai coronavirus disease (COVID-19). Pada 11 Maret 2020, Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus, World Health Organization (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global. Artinya, ini merupakan wabah yang berjangkit secara serempak dalam lingkup global.

COVID-19 telah menyebar dengan sangat cepat ke berbagai negara. Dalam data peta penyebaran, COVID-19 telah menyebar ke 157 negara. Beberapa negara di antara lainnya adalah Iran, Italia, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia. 

Pada 2 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui akun Instagramnya telah mengumumkan bahwa dua warga negara Indonesia telah positif terinfeksi COVID-19 setelah sebelumnya berinteraksi dengan warga negara Jepang.

Kaget? Tentu saja! Sontak pemberitaan tentang COVID-19 semakin menyebar luas dan memacu adrenalin para pembacanya. 

Fenomena panic buying pun terjadi. Orang-orang sibuk membeli beras, mie instan dan persediaan makanan pokok lainnya. Seketika, masker menjadi komoditas yang sangat langka. Kalaupun ada, harganya membuat kantong menjerit!

Kini, sudah dua minggu lebih kasus COVID-19 hadir di negeri kita tercinta. Walaupun, sebenarnya corona bukanlah satu-satunya wabah paling mematikan di dunia.

Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan kepada rekan-rekan pemuda tanah air lainnya bahwa kita semua dapat membantu Indonesia dalam memerangi pandemi COVID-19 ini. 

Saya pemuda, lalu apa yang bisa saya lakukan untuk Indonesia? 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda Indonesia mencapai 64,19 juta jiwa. Dengan jumlah pemuda yang sangat banyak, seharusnya kita memberikan kontribusi yang lebih dalam memerangi COVID-19. 

1. Pemuda menjadi penggerak Social Distancing

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, pembatasan sosial adalah menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain dan menghindari kerumunan untuk mencegah penularan penyakit.

Intinya, masyarakat diminta untuk tidak melakukan kegiatan apapun di luar rumah, terutama jika kegiatan tersebut tidak terlalu penting atau masih bisa diwakilkan dan diselesaikan dengan layanan jasa. 

Mengapa kita harus melakukan social distancing? Serangkaian tindakan social distancing diprediksi dapat mencegah orang sakit untuk melakukan kontak dengan orang lain, dan yang terpenting adalah mengurangi atau menekan penyebaran COVID-19. Bahkan, Presiden RI pun sudah menghimbau masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah.  

Dengan kondisi ini, sudah saatnya kita kerja dari rumah, sekolah dari rumah, dan ibadah di rumah– Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia

Kenyataannya, masih saja ada pihak-pihak yang ‘ngeyel’ dengan himbauan social distancing. Sebagian pihak menganggap bahwa kebijakan pemerintah untuk meliburkan sekolah di beberapa wilayah menjadi kesempatan emas untuk berlibur bersama keluarga.

Beberapa tempat wisata seperti puncak dan pantai disambrengi oleh banyak orang yang menganggap COVID-19 itu bagian dari takdir Tuhan, jadi tidak perlu ditakuti! 

Terus, apa hubungannya social distancing dengan pemuda? Di sinilah peran kita sebagai pemuda diperlukan. Sepatutnya pemuda menjadi contoh yang baik untuk menerapkan pembatasan sosial ini, bukan sebaliknya!

Menurut data yang dilansir dari alodokter.com, lebih dari 100.000 jumlah penduduk dunia yang terinfeksi COVID-19, 4000 jiwa telah dinyatakan meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, persentase kematian pada orang lanjut usia (lansia) yang berusia 80 tahun ke atas mencapai 21.9 persen. Walaupun, fakta ilmiah menunjukkan bahwa COVID-19 tidak hanya menginfeksi lansia, karena virus ini benar-benar tidak memandang usia. 

Oleh karena itu, jika kalian sayang kepada ibu, bapak, kakek, nenek dan orang-orang di sekitar kalian, saya mengajak para pemuda untuk stop berkeliaran di luar rumah! Yuk, kita #dirumahaja.

Banyak kegiatan produktif lainnya yang bisa kita lakukan di dalam rumah, yang mungkin selama ini kita abaikan. Misalnya, membaca buku, memasak, melukis, bahkan menjalin hubungan yang lebih erat lagi dengan keluarga. Dengan melakukan pembatasan sosial, kita bukan hanya sedang menolong nyawa orang lain, namun juga menyelamatkan nyawa kita sendiri. 

Bagaimana jika orang-orang masih bertahan dengan ‘kekolotan’ mereka? Kita tahu bahwa berhadapan dengan orang yang ngeyel itu memang sangat menyebalkan.

Lagi-lagi, di sinilah peran pemuda untuk membantu orang-orang di sekitar kita meninggalkan ‘kekolotan’ mereka. Revolusi mental itu penting. Sangking pentingnya, hal itu harus dimulai dari diri kita sendiri dan sebarkan kepada orang-orang terdekat kita. 

“Revolusi mental itu penting. Sangking pentingnya, hal itu harus dimulai dari diri sendiri dan sebarkan kepada orang-orang terdekat kita.”

Buat kamu para pemuda single, beri edukasi kepada teman-teman terdekat kamu. Entah itu satu geng atau beda geng. Sampaikan kepada mereka secara baik-baik bahwa Covid-19 ini bukan hal yang patut diremehkan.

Meskipun kita tidak menunjukkan gejala apapun yang mengarah kepada virus ini, namun bisa saja kita adalah carrier atau individu yang menularkan virus ke orang-orang di sekitar tanpa kita sadari. 

Selain itu, jangan lupa sampaikan kepada ayah ibu kalian bahwa untuk saat ini, menjauhi kegiatan di luar rumah adalah hal yang terbaik. Katakan bahwa kalian sangat menyayangi mereka, dan ingin mereka sehat-sehat selalu. 

Buat kamu para ibu dan ayah muda, beri tahu anak-anakmu bahwa sekolah diliburkan bukan untuk bermain di luar rumah. Ajak mereka untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama di rumah, terutama ketika kamu break dari kegiatan work from home (wfh).

Jika biasanya anak hanya belajar dengan guru di sekolah, ini saatnya kamu menemani mereka belajar. Kalian bisa memasak bersama, main playstation, menonton televisi, ngobrol, dan lain sebagainya. Jadikan ini momen berharga bagi dirimu sendiri, pasangan, dan anak-anak di rumah. 

Melakukan social distancing adalah panggilan moral yang harus dimiliki oleh kita semua. Kalau kamu benar-benar menyayangi diri sendiri, ayah, ibu, keluarga, dan sahabat-sahabat kamu, coba bayangkan wajah mereka setiap kali kamu mau melangkahkan kaki ke luar rumah.

Ingatlah bahwa dengan menerapkan dan selalu mengingatkan orang-orang terdekat akan pentingnya social distancing, kamu sedang melindungi mereka dan ikut andil dalam mencegah penyebaran virus ini.

2. Saling menguatkan dengan menjalin komunikasi melalui digital 

Pembatasan sosial mungkin tidak mudah bagi para ekstrovert. Saya adalah salah satu orang di antaranya. Itulah mengapa melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan kepada teman-teman ekstrovert lainnya bahwa kamu tidak sendirian! Saya ulangi lagi, kamu tidak sendirian!

Dalam kondisi seperti ini, penting bagi kita untuk saling menguatkan agar pemberitaan COVID-19 tidak membuat kita tertekan. Kita bisa memulai dengan menanyakan kabar keluarga, sahabat, atau orang tua (jika kita sedang merantau).  

Menurut Lynn Bufka, Direktur Eksekutif untuk Penelitian dan Kebijakan American Psychological Association menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar COVID-19 tidak memengaruhi kesehatan mental kita.

Pertama, Bufka menyarankan agar kita memilih beberapa sumber berita yang terpercaya dan konsisten pada sumber tersebut. Kedua, membatasi frekuensi dalam membaca berita COVID-19. Meskipun penting untuk mengetahui update terbaru, namun bukan berarti setiap saat harus kita pantengin, kan?

Ketiga, Bufka berharap kita dapat mengatur emosi atau perasaan kita dengan baik. Cobalah untuk membatasi diri dengan media sosial dan melakukan hal-hal lain yang lebih menyenangkan serta produktif di dalam rumah. Intinya, jadilah seseorang yang up to date namun tetap bijak dalam mengatur emosi. Pemuda Indonesia tidak boleh kelabakan! Apalagi termakan sama hoax corona.

3. Alihkan budget jalan-jalan untuk bersedekah 

Kita tahu bahwa tidak semua profesi bisa dikerjakan dari rumah (work from home). Beberapa di antaranya adalah dokter, perawat, pekerja pabrik, supir, petani, dan pedagang kaki lima. Akhir-akhir ini, saya mendengar ajakan di media sosial agar pelanggan layanan antar makanan online membelikan para ojek online makan siang, karena pendapatan mereka menurun drastis semenjak diberlakukannya himbauan social distancing untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah. 

Beberapa hari yang lalu seorang bapak ojek online yang mengantarkan makanan saya cerita bahwa jumlah penumpang atau order makanan per hari turun dengan sangat drastis! “Biasanya mah neng, saya bisa anter 20-25 penumpang setiap harinya. Kalau sekarang, orderan makanan neng aja baru pesanan saya yang kelima hari ini. Padahal anak dan istri saya udah nunggu di rumah”. 

Saya diam. Perasaan saya bercampur-aduk. Saya sangat setuju dengan ajakan menyumbang makanan untuk para driver ojek online, atau sedekah apapun yang bisa kita lakukan untuk orang-orang di sekitar saat ini. Mungkin kita juga bisa membayar uang lebih untuk mereka sebagai tip. Uangnya lebih baik disedekahkan daripada untuk jalan-jalan keluar rumah, kan? 

Dari ketiga kontribusi utama di atas, kata kuncinya kembali lagi pada DISIPLIN. Baru saja saya mendapatkan penjelasan yang luar biasa dari salah satu dosen saya yang sedang berada di Jepang. Beliau bercerita bagaimana grafik pasien positif COVID-19 di Jepang terus menurun secara drastis karena beberapa alasan yang sangat kuat. 

 “Kasus COVID-19 di Jepang semakin menurun karena kedisiplinan masyarakatnya sangat tinggi, mereka juga memiliki tingkat kebersihan yang sangat tinggi, bahkan jauh sebelum pandemi COVID-19 menyebar di negeri ini. Selain itu, mereka benar-benar menerapkan social distancing” Dr. Irman Lanti, Dosen Pascasarjana Universitas Nasional. 

Pertanyaannya, jika kita masih menganggap remeh social distancing, apakah pemuda Indonesia dapat membantu menekan jumlah penyebaran COVID-19? Silakan jawab sendiri, ya. Aku yakin kamu, dia, mereka, dan kita semua dapat membuat perubahan yang luar biasa dengan berdiam diri di rumah.

Saya percaya pada para pemuda Indonesia, kita pasti bisa melawan COVID-19!  Long Distance Relationship (LDR) aja kamu  mampu  bertahan, masa cuma social distancing kamu ga kuat.  Padahal memahami cinta lebih susah, daripada menghindari corona.


Bagikan
Baca Juga  Enggak Ada Menteri yang Muda Beneran!