5   +   2   =  
Bagikan

Pengangkatan Silfester Matutina sebagai Komisaris Independen ID Food menuai kontroversi besar setelah terungkap bahwa dirinya masih berstatus terpidana kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak 2019.

Keputusan Menteri BUMN Erick Thohir yang melantik Silfester melalui Surat Keputusan Nomor SK-58/MBU/03/2025 pada 18 Maret 2025 lalu kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, pengangkatan ini dinilai bertentangan dengan regulasi yang mengharuskan calon komisaris BUMN memiliki rekam jejak bersih dari hukuman pidana.

Vonis 1,5 Tahun yang Belum Dieksekusi

Silfester BUMN

Silfester Matutina telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 287 K/Pid/2019 tanggal 20 Mei 2019 atas kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla. Vonis tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dengan hukuman penjara selama 1,5 tahun.

Kasus ini bermula dari orasi Silfester pada 15 Mei 2017 yang menyebut Jusuf Kalla sebagai “akar permasalahan bangsa” dan menuduhnya melakukan korupsi serta memperkaya keluarga. Dalam orasinya yang viral melalui video, Silfester menyatakan, “Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja.”

Tuduhan tersebut membuat JK melaporkan Silfester ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/554/V/2017/Bareskrim pada 29 Mei 2017. Silfester dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang fitnah dan pencemaran nama baik.

Proses hukum dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis Silfester dengan hukuman satu tahun penjara pada 30 Juli 2018. Tidak puas, Silfester mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta namun ditolak pada 17 Oktober 2018. Upaya kasasi ke Mahkamah Agung juga gagal, bahkan hukumannya diperberat menjadi 1,5 tahun penjara melalui putusan tanggal 20 Mei 2019.

Pengangkatan Silfester sebagai Komisaris Independen ID Food dinilai melanggar Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2006 tentang pedoman pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris anak perusahaan BUMN.

Baca Juga  Dilema Negeri Sendiri: Ketika Angka Pengangguran Tinggi, Kursi Komisaris Justru Dipenuhi Wamen

Regulasi tersebut secara tegas menyebutkan dalam Bab III tentang Persyaratan Anggota Komisaris, pasal 1 poin e, bahwa calon “tidak pernah dihukum karena merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pencalonan untuk calon anggota Direksi Persero.”

Meski kasusnya bukan terkait kerugian keuangan negara, status terpidana Silfester tetap menjadi persoalan dalam konteks Fit and Proper Test yang mensyaratkan integritas dan rekam jejak bersih bagi calon pejabat BUMN.

Tekanan untuk Eksekusi Segera

Silfeser Matutina

Kasus Silfester kembali mencuat ke permukaan setelah Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Anang Supriatna mengumumkan rencana eksekusi pada Senin, 4 Agustus 2025. “Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, hari ini diundang yang bersangkutan. Kalau dia gak datang ya silakan saja, kami harus eksekusi,” tegas Anang.

Silfester Matutina lahir di Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 19 Juni 1971. Lulusan Sarjana Hukum Universitas Wiraswasta Indonesia (2020) ini memiliki rekam jejak karier yang cukup beragam di berbagai sektor.

Sejak 2008, dia mendirikan firma hukum “Silfester Matutina & Partners” yang masih beroperasi hingga kini. Kariernya di dunia korporasi dimulai sebagai Direktur Utama NTT Mining Corp (2009-2015), disusul jabatan serupa di PT Srikandi Mahardika Mandiri (2009-2019).

Pengalaman lainnya meliputi posisi Direktur Utama Cargo PT Global Multi Moda Papua (2010-2014), Direktur Utama CV Tobels Makmur Food (2011-2019), dan Komisaris Utama PT Wawasan Global Mining (hingga 2014). Saat ini, dia masih aktif sebagai Direktur Utama PT Yvanslog Express Indonesia dan PT Malindo Sukses Solusi sejak 2023.

Di bidang media, Silfester pernah menjadi Pemimpin Redaksi Solmetnews.com (2015-2019). Dia juga dikenal sebagai pendiri dan Ketua Umum organisasi relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) yang mendukung Presiden Joko Widodo sejak 2013.

Baca Juga  Dilema Negeri Sendiri: Ketika Angka Pengangguran Tinggi, Kursi Komisaris Justru Dipenuhi Wamen

Eks Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno turut mengkritisi penundaan eksekusi selama enam tahun. Dia menilai wajar jika publik menganggap keterlambatan eksekusi ini terkait status Silfester sebagai pendukung Jokowi.

“Ya pasti wajar orang akan menilai seperti itu, saya menilainya juga seperti itu kan (pendukung Jokowi),” kata Oegroseno dalam tayangan Metro TV, Jumat (8/8/2025).

Oegroseno menekankan pentingnya eksekusi segera untuk menghindari politisasi kasus. “Kalau sudah inkracht, ya masuk dulu (penjara) nanti dia mengajukan PK silakan nanti, dia mengajukan grasi silakan tapi yang penting dilaksanakan dulu.”

Yang menarik perhatian adalah sikap Menteri BUMN Erick Thohir yang “diam seribu bahasa” ketika dikonfirmasi wartawan soal pengangkatan Silfester. Padahal, keputusan pelantikan tersebut jelas berada di bawah kewenangannya sebagai pemegang saham BUMN.

Oegroseno bahkan menyarankan agar pihak BUMN dapat melaporkan Silfester dengan pasal 310 KUHP yaitu pencemaran nama baik BUMN, mengingat potensi dampak reputasi dari pengangkatan komisaris yang bermasalah secara hukum.

Disisi lain, Silfester mengklaim telah berdamai dengan Jusuf Kalla. “Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla. Itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla dan hubungan kami sangat baik,” ujar Silfester.

Namun, pandangan hukum menegaskan bahwa perdamaian di luar pengadilan tidak dapat menghapus vonis yang telah inkracht. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, “yang sudah inkracht tak bisa didamaikan dan harus eksekusi.”

Implikasi Terhadap Tata Kelola BUMN

Kasus Silfester Matutina menghadirkan pertanyaan serius tentang standar integritas dalam pengangkatan pejabat BUMN. ID Food sebagai anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang bergerak di sektor pangan strategis, seharusnya dipimpin oleh figur-figur yang memiliki rekam jejak bersih.

Baca Juga  Dilema Negeri Sendiri: Ketika Angka Pengangguran Tinggi, Kursi Komisaris Justru Dipenuhi Wamen

Pengangkatan komisaris yang masih berstatus terpidana berpotensi merusak citra BUMN dan menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas proses Fit and Proper Test yang seharusnya menjadi filter utama dalam seleksi pejabat BUMN.

Tekanan publik dan berbagai pihak untuk segera mengeksekusi vonis Silfester semakin menguat. Kejaksaan Agung kini berada di bawah sorotan untuk menunjukkan konsistensi penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Sementara itu, Kementerian BUMN juga dituntut untuk memberikan penjelasan komprehensif tentang proses pengangkatan Silfester dan kemungkinan evaluasi ulang terhadap keputusan tersebut.

Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah terhadap tata kelola korporasi yang baik di BUMN, sekaligus konsistensi penegakan hukum di Indonesia. Publik menanti langkah konkret untuk memastikan bahwa jabatan strategis di BUMN hanya dipercayakan kepada individu yang memenuhi standar integritas tertinggi.

 

*Artikel ini disusun berdasarkan berbagai sumber pemberitaan media


Bagikan