5   +   5   =  
Bagikan

Distrupsi teknologi dan pandemi telah mengubah segalanya, mulai dari gaya hidup masyarakat hingga hubungan antara warga negara dengan pemerintah.  Saat ini masyarakat semakin terbiasa menggunakan berbagai aplikasi seluler, augmented reality, e-money, dan teknologi lainnnya untuk kebutuhan sehari-hari.

Di level lokal, pemerintah daerah masih berusaha mengadopsi teknologi dan beradaptasi dengan pandemi agar tetap relevan dengan perilaku masyarakat yang turut berubah.

Terlihat setiap daerah sedang mencari caranya masing-masing dalam merespon situasi terkini. Sejak pandemi, kebutuhan akan teknologi semakin tinggi, penetrasi digital di akar rumput terbukti meluas didorong oleh kebutuhan untuk tetap bekerja atau berinteraksi.

Bahkan, dalam diskusi virtual Sekolah Politik Indonesia pada Jumat malam, 3 Juli 2020, Menteri Koordinartor Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan “Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi percepatan transformasi digital”.

Sepertinya pemerintah akan sangat serius melakukan akselerasi teknologi di berbagai lini. Di sisi bersamaan, pemerintah daerah “ditekan” oleh situasi objektif untuk mulai membenahi diri, terutama dalam urusan melayani masyarakat.

Dalam iklim sosial seperti ini, tantangan terberat pemerintah daerah di masa pandemi adalah meyelaraskan birokrasi dengan kemajuan teknologi.

Ini langkah paling strategis bagi pemerintah daerah karena operasionalisasi melalui interaksi digital jelas lebih integratif, transparan, mudah, akurat, hemat dan cepat.

Pemerintah daerah diharapkan oleh masyarakat mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang terkandung pada platform digital. Artinya, di masa sekarang, untuk mencapai agenda reformasi birokrasi, kepala daerah perlu memiliki wawasan digital dan berani berinovasi dalam meningkatkan layanan publiknya.

Dapat dikatakan, sebenarnya ini merupakan babak baru bagi implementasi Peraturan Presiden No. 95 tahun 2018 mengenai Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Tujuan dengan adanya SPBE,  diharapkan semua sistem tata kelola pemerintah daerah dapat terintegrasi secara digital di seluruh Indonesia.

Berdasarkan kebijakan itu, seluruh instansi pemerintah wajib menerapkan tata kelola pemerintahan berbasis digital atau lebih populer disebut sebagai e-government. Implementasi e-government dinilai dalam menekan praktik curang dalam birokrasi, seperti praktik korupsi, kolusi dan nepostisme selama pandemi ini berlangsung maupun sesudahnya.

Baca Juga  Oknum Pemburu Rente dalam Organisasi Kepemudaan di Tingkat Lokal

Pemerintah daerah juga harus menerima sebuah fakta bahwa kekuatan politik juga telah bergeser dari aktor-aktor pemerintah ke kelompok-kelompok non-pemerintah, dan dari institusi-insitusi yang ekslusif kepada jaringan-jaringan yang inklusif.

Karena dengan adanya teknologi, ekosistem sosial cenderung menjadi egaliter dan mengizinkan siapapun memberikan pengaruh kepada stakeholder dengan cara yang hampir tidak mungkin dilakukan 15 tahun yang lalu.

Menghindar atau menolak, pemerintah daerah merupakan pihak yang paling terkena dampak pandemi dan distrupsi. Ada anggapan bahwa memimpin di saat ini jauh lebih sulit jika dibandingkan masa lalu. Karena kepala daerah sekarang dapat diawasi dan dikritisi oleh  kekuatan transnasional, nasional, provinsial, lokal bahkan individual.

Teknologi menopang kekuatan warga, memberikan cara-cara baru bagi aspirasi untuk diutarakan entah dengan petisi online atau gerakan hastag.

Maka dari itu, pemerintah daerah, dalam bentuknya sekarang, akan dipaksa berbenah, karena pemerintah daerah semakin dilihat bukan sebagai “penguasa daerah” tetapi lebih sebagai “pelayan publik” yang bisa dievaluasi kinerjanya secara “rutin” oleh masyarakat melalui media sosial.

Kemampuan pemerintah daerah beradaptasi menjadi  penentu keberlangsungan hajat hidup semua pihak di tingkat lokal. Dengan demikian, kepala daerah yang siap menyambut dunia yang sedang bergerak secara eksponensial, sebaiknya memilih birokrasi yang lebih ramping, efisien, dinamis dan tangkas.

Langkah ini tentu saja tidak mudah, mungkin bagi perusahaan yang terbiasa dengan kompetisi dan inovasi, pandemi merupakan momentum untuk bermanuver membuka peluang-peluang baru. Tetapi, bagi birokrasi pemerintah daerah, yang terbiasa dengan cara kerja tradisional, pertemuan tatap muka yang rutin, dan kordinasi hirarkis yang kaku, mengubah skema kerja seperti pukulan telak yang menyakitkan buat mereka.

Perlu upaya yang proaktif dan konsisten untuk benar-benar membawa para aparat birokrasi melompat ke paradigma  baru.

Peluang dan Tantangan Kepala Daerah

Pandemi meningkatkan permintaan masyarakat akan layanan digital yang lebih baik dari pemerintah daerah. Namun, pemerintah daerah memang sedikit agak lambat dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.

Baca Juga  Penutupan Tiktok Shop : Antara Penegakkan Aturan Atau Kegagapan Menanggapi Kebaharuan

Padahal, sebagaimana diketahui bersama, pemerintah dapat menyediakan layanan online yang memungkinkan setiap warga dapat berurusan dengan pemerintah daerah tanpa harus keluar dari rumah mereka. Berangkat dari hal tersebut, kepala daerah perlu memikirkan kembali cara memberikan pelayanan aman dan nyaman kepada masyarakat selama pandemi.

Untuk memulai itu semua, diperlukan kepala daerah yang berambisi kuat untuk mengubah ekosistem birokrasi disekelilingnya. Namun banyak ditemukan juga kepala daerah yang akhirnya malah terbawa arus dan “dikendalikan” birokrasi untuk mempertahankan status qou alias cara kerja konvensional.

Untuk membuat transformasi digital berhasil, pemerintah daerah membutuhkan dukungan dari pihak eksternal untuk memperngaruhi perilaku birokrasi, dan keterampilan yang baik dari kepala daerah. Karena sangat mustahil melakukan digitalisasi layanan publik suatu pemerintahan tanpa mengubah mindset dan mental set orang-orang yang bekerja di dalamnnya.

Berdasarkan hal tersebut, kepala daerah harus memastikan tidak ada ASN yang tertinggal dalam pengembangan keterampilan kepemimpinan digital. Kepala daerah harus memulai dengan strategi dan priotitas berbeda agar tidak terjebak dengan skema pelayanan publik yang konvensional.

Mendesain ulang layanan publik dengan cara baru berbiaya rendah dengan dukungan teknologi adalah urgensi utamanya. Caranya dengan mealokasikan sumber daya untuk pengembang sistem baru, bukan hanya dihabiskan untuk operasional mempertahankan skema yang lama di masa-masa krisis seperti sekarang. Ini tidak hanya membutuhkan manajemen yang baik, tetapi butuh intervensi dan keinginan politik yang kuat dari kepala daerah.

Jadikan pandemi sebagai peluang bagi pemerintah  daerah untuk mengadopsi teknologi. Kepala daerah perlu membangun rasa urgensi, mengonsulidasi sumber daya, dan memobilisasi masyarakat dengan membangun kerangka kerja yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Kepala daerah sebaiknya memiliki keberanian membuka diri untuk menerima cara-cara baru dalam melayani warga dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan dimensi sosial lainnya. Penting untuk mendigitalisasi layanan publik sepenuhnya dengan  teknologi terbaru yang dapat mengubah proses, budaya dan model layanan dengan menempatkan posisi masyarakat di hirarki tertinggi.

Baca Juga  Hanya 4 Persen Representasi Politik Anak Muda di DPR RI

Jaringan internet yang baik menjadi prasyarat penting bagi kepala daerah yang mau memulai transformasi digital. Karena jaringan internet dapat menjadi sarana untuk memberdayakan warga negara, penciptaan lapangan kerja dan membuat segala sesuatu terhubung dengan lebih baik.

Bahkan untuk daerah-daerah terpencil atau yang belum maju, akses internet adalah kunci dalam menanggulangi kemiskinan karena dapat mengurangi ketimpangan informasi dan pengetahuan. Namun, ini bisa efektif jika diiringi dengan pendidikan teknologi yang disesuaikan  kebutuhan masyarakat setempat dengan mempertimbangkan aspek kelas sosial, gender, usia, geografis dan status pekerjaan.

Kepala daerah juga perlu menciptakan insetif untuk mensitimulus inisiatif-inisiatif dari swasta maupun masyarakat yang terlibat secara proaktif dalam menciptakan ekosistem digital. Dan yang paling baik adalah ekosistem digital ini perlu dibuat dalam modus kewirausahaan.

Para kepala daerah harus cermat dan berkonsentrasi pada menciptakan kondisi yang kondusif untuk seluruh pihak melalui regulasi, insentif, kebijakan dan peraturan daerah.

Selain itu, kepala daerah harus lebih selektif dan berorientasi jangka panjang dalam memberikan afirmasi pada aktor-aktor kewirausahan yang mampu mengembangkan potensi digital di akar rumput. Karena yang dapat menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan daerah adalah sektor swasta, bukan cuma pemerintah.

Cara terbaik untuk melindungi pekerjaan di masa pandemi ini bukanlah dengan menunda teknologi untuk mengambil pekerjaan tetapi untuk mempercepat teknologi untuk menciptakan pekerjaan baru.

Pandemi dan distrupsi teknologi memiliki dampak dramatis pada sektor-sektor masyarakat di tingkat lokal yang kurang siap beradaptasi, terutama menimbulkan ketimpangan yang cukup serius.

Hingga saat ini, pemerintah daerah yang berhasil menghadapi pandemi dan distrupsi adalah mereka yang memiliki kepala daerah yang bisa memobilisasi  dan berkolaborasi dengan sektor swastanya agar bereaksi lebih cepat menghadapi tantangan pandemi dengan pemanfaatan teknologi.


Bagikan