Virus Covid-19 mengancam siapa saja, menyebar tanpa melihat status sosial. Kita dapat terinfeksi dari menyentuh sesuatu yang terkontaminasi oleh virus ini. Hingga sekarang Covid-19 membuat kita terus waspada. Menjadi penting juga buat anak muda untuk mengambil tindakan untuk mencegah wabah ini dan mengurangi dampak buruknya.
Kita sebagai pemuda juga harus mengingatkan pemerintan untuk tidak melupakan anak-anak muda penyandang difabel agar direspon secara efektif. Ini sangat penting karena kelompok ini bisa jadi lebih memerlukan tindakan yang berbeda jika dibandingkan anak-anak muda lainnya. Maka dari itu diperlukan partisipasi efetif dari pemerintah, swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk bergotong royong melindungi keselamatan mereka.
Organisasi-organisasi kepemudaan bisa mendesak semua stakeholder agar mulai bermitra dengan organisasi-organisasi difabel untuk memastkan bahwa anak-anak muda penyandang difabel masuk dalam hitungan penganganan Covid-19.
Anak muda difabel dan keluarganya membutuhkan bantuan yang tentunya berbeda dengan keluarga lainnya. Karena kemungkinan besar, mereka mengahadapi hambatan yang lebih besar dalam mengakses informasi maupun sumber daya yang mereka perlukan untuk bertahan selama pandemi.
Anak-anak muda difabel perlu mendapatkan fasilitator yang dapat menopang ketika keadaan darurat terjadi. Sebagaimana kita ketahui bersama, mayoritas anak-anak muda difabel itu menganggur, terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan tinggal di daerah-daerah pandat penduduk dengan lingkungan bahkan sanitasi yang buruk. Ini jelas-jelas memperburuk situasi mereka di tengah wabah dan keterbatasan mereka untuk merespon wabah menjadi risiko yang paling besar yang mereka hadapi.
Isolasi diri yang menyiksa diri
Anak muda difabel memerlukan kebutuhan dukungan yang tinggi entah dari asisten pribadi atau anggota keluarga. Mengingat risiko kontaminasi yang tinggi pengawasan terhadap mereka harus menjadi komitmen kita bersama. Karena dengan penerapan “jaga jarak”, kebutuhan anak muda difabel yang membutuhkan kontak fisik semakin menyulitkan.
Bahkan pada titik yang ironis bagi anak muda difabel, mengisoilasi diri adalah hal yang mustahil karena banyak dari mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk makan, mandi, berpakai atau berakvitas lainya.
Anak muda difabel dalam situasi ini memiliki masalah kesehatan mental yang lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi stres akibat berbagai tekanan yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya.
Beban pikiran ini tentu saja memperburuk kondisi kesehatan dan metal orang-orang di sekitarnya, termasuk seluruh anggota keluarganya.
Kurangnya layanan publik yang inklusif dalam penanganan Covid-19 tanpa sengaja mendiskriminasikan, memarginalkan dan mensubordinasi hak-hak anak muda difabel. Karena sangat mungkin bagi anak muda difabel diisolasi tanpa ijin meka atau ditinggalkan anggota keluarga mereka jika ia menunjukan tanda-tanda terjangkit virus.
Seandainya anak muda difabel terjangkit, mereka akan menghadapi tangangan besar untuk mengakses perawatan kesehatan inklusif atau yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam kondisi sebelum pandemi pun, anak muda difabel sering diabaikan oleh sistem kesehatan kita yang masih jauh dari sempurna.
Yang bisa kita perjuangkan
Akses anak muda difabel terhadap sistem kesehatan yang inklusif adalah tanggung jawab kita semua. Pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil dan komunitas kepemudaan dapat bekerjasama dengan organisasi difabel untuk memastikan penyelenggaraan pencegah Covid-19 ramah dengan kebutuhan anak-anak muda difabel.
Organisasi kepemudaan dapat membantu anak-anak muda difabel untuk menerima informasi dan layanan kesehatan yang ditawarkan kepada mereka. Dengan bekerjasama dengan berbagai pihak, informasi arus utama harus dikonversi menjadi berbagai bentuk seperti format kata, braille, video dengan teks, gambar hingga bahasa isyarat atau media alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan penerima manfaaat. Semua informasi tersebut harus dalam bahasa yang sederhana dan mudah di cerna.
Kita dengan peran dan kekuatan masing-masing, juga harus beradaptasi dengan cara hidup yang baru. Semua sudah berubah dan akan semakin sulit untuk kembali seperti semua. Hal yang paling menakutkan, kita tidak kapan pandemi ini bisa berakhir.
Kita juga perlu membantu anak muda difabel agar mulai terbiasa dengan keadaan yang “tidak normal” dengan memberikan pertolongan terhadap keluarga maupun komunitasnya.
Saya tahu ini tidak mudah, tapi setidaknya kita bisa membantu orang terdekat kita yang keluarganya memiliki anak muda difabel atau mulai dengan memperingatkan pemerintah untuk menolong mereka melalui media sosial kita masing-masing. Naif memang, tapi tidak salah untuk dilakukan, daripada hanya menyelamatkan diri sendiri.