Generasi Z (Gen Z) di Indonesia sering dianggap sebagai remaja yang lugu terhadap situasi dinamika politik. Padahal, Gen Z memiliki cara berpolitik yang sangat berbeda dari gaya politik yang dianut oleh kakek-nenek bahkan orang tua mereka sendiri.
Untuk membangun kesadaran politik, Gen Z hanya perlu buka Instagram, nonton Youtube, menggali di Google dan menunggu broadcast atau di invite kegroup Whatsaap dari nomer yang tidak dikenal. Tidak seperti generasi sebelumnya, yang pernah merasakan bersusah payah membeli koran, mencari informasi di berita televisi, menunggu sosialisasi politik dari pemerintah atau partai politik. Nyatanya sekarang, teknologi informasi membuat politik semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari Gen Z.
Gen Z terbiasa dengan diskursus politik kesetaraan, keadilan, kebebasan, keberagaman dan kosmopolitanisme. Hal tersebut mereka peroleh dari komedi, komik, film, lagu, meme, infografik dan produk kebudayaan populer lainnya, yang secara langsung maupun tidak langsung telah membentuk pemahaman mereka terhadap politik.
Perhatian politik Gen Z tidak seperti pendahulu mereka yang senang bicara tentang perdebatan ideologi-ideologi besar dunia. Gen Z di Indonesia punya cara sendiri yang unik, cair dan kreatif, mereka menyukai mengkostumisasi segala hal termasuk ideologi politik.
Sebagaimana mereka tidak suka mempertentangkan antara kapitalisme dan sosialisme, atau islamisme dengan nasionalisme, atau yang lainnya. Karena bagi Gen Z, segala yang bertentangan dapat dikompromikan, dimoderasi, dikelola dan dibawa santai.
Dapat dikatakan, rata-rata dari Gen Z semakin tidak mengasosiasikan diri mereka terhadap gagasan ideologi politik tertentu jika dibandingkan dengan generasi baby boomers, generasi x dan generasi milenial yang masih mencoba melestarikannya.
Kekhawatiran generasi ini lebih kepada isu-isu yang aktual daripada yang faktual. Maka tidah aneh jika mereka lebih kritis terhadap gaya politisi ketimbang programnya, lebih peduli terhadap kebijakan yang viral daripada esensial, lebih suka aktrasi ketimbang sosialisasi. Dengan demikian, pamor partai politik dapat diprediksi semakin tergerus dari tahun ke tahun jika tidak mencoba beradaptasi dengan perilaku dan selera politik Gen Z hari ini.
Kompetisi antara Jokowi dengan Prabowo dipanggung politik nasional juga berperan besar dalam membentuk perilaku politik Gen Z. Gen Z mau tidak mau mengamati dinamika politik yang terjadi di lini media sosial mereka masing-masing.
Mulai dari maraknya fake news, menguatnya politik identitas, pencintraan politik, saling sindir antar relawan dan saling menjatuhkan antar politisi. Kesadaran politik Gen Z tumbuh dalam dikotomi politik yang ekstrim namun menariknya malah membuat generasi ini lebih santai dan berimbang melihat perseteruan tersebut.
Gen Z dalam berpolitik, menjadikan politik sebagai ajang senang-senang daripada pertempuran. Misalnya, terlihat dari munculnya sosok Aji Pratama, juara pertama lomba kritik DPR RI yang dapat menyampaikan kritik dengan menghibur. Aji merupakan cerminan dari Gen Z yang bersedia berpolitik dengan santai dengan membuat Fahri Hamza juga Hasto Kristiyanto tertawa terpingkal-pingkal bersamaan.
Wildanshah adalah Komisaris Warga muda, sebuah lembaga yang bergerak di kajian bonus demografi, youth policy, dan youth development. Ia dapat ditemui di Instagram @wildan.shah
*Tulisan ini telah dipublikasi oleh Asumsi.co dengan judul “Gen Z dan Politik yang Santai”.