7   +   7   =  
Bagikan

Oknum Pemburu Rente dalam Organisasi Kepemudaan di Tingkat Lokal-Warga Muda

Goran Hyden, seorang Afrikanis pernah berbicara soal “economy of affection” (ekonomi kesayangan). Menurut Hyden (1994), watak kekuasaan di tingkat lokal membuat sumber daya ekonomi negara dialirkan bukan melalui institusi formal, melainkan melalui jaringan kekerabatan atau hubungan kedekatan semata— Saya menganalisis bawah pandangan Hyden juga terjadi dalam konteks organisasi kepemudaan, praktik ini juga berlaku, di mana organisasi kepemudaan yang mendukung penguasa akan lebih “disayang”, ketimbang organisasi atau komunitas kepemudaan yang tidak memiliki akses atau kedekatan dengan elit  penguasa lokal.

Di sini, peran kekuatan  atau institusi politik informal lokal lebih memainkan peran dalam mengatur siapa yang mendapatkan “apa” dan “berapa”  yang akan didapatkannya.

Negara mau tidak mau mengakomodasi kepentingan-kepentingan elit-elit lokal, untuk  menjamin agenda politik pusat di tingkat daerah terlaksana tanpa hambatan berarti.

Saya melihat, alokasi uang negara ditingkat lokal memiliki tiga fungsi: Pertama untuk menstimulus pembangunan ekonomi daerah. Kedua, untuk memperkaya diri bagi pemangku kebijakan. Ketiga,untuk memperkuat dukungan politik terhadap penguasa.

Ketiga modus operandi tersebut, semakin membuktikan bahwa ekonomi di daerah masih sangat bergantung dengan uluran tangan di tingkat pusat. Hal ini disebabkan, ekonomi daerah lebih di dominasi oleh sektor publik, ketimbang sektor swasta.

Gejala ini dapat kita lihat, dengan lebih banyaknya layanan yang dikelola resmi oleh pemerintah daerah, ketimbang layanan-layanan yang diinisasi oleh sektor swasta.

Seandainya ada pengusaha lokal yang tumbuh besar itu juga dikarena para pelaku usaha tersebut berkolusi dengan pejabat setempat atau kroni dari kepala daerah yang sedang berkuasa.

Akibatnya, pemerintah pusat harus mengirimkan bantuan anggaran yang cukup besar kepada pemerintah daerah, karena ketidakmampuan daerah membangun ekonominya secara mandiri.

Baca Juga  Kala Gen Z Berpolitik dengan Santai

Bisa dikatakan di beberapa daerah “terbelakang”, pendapatan daerah mereka yang paling besar  ternyata didapatkan dari pemerintah pusat.

Ketergantungan daerah terhadap pusat pada level tertentu sudah menjadi parasistik. Karena pada faktanya, “ketergantungan”  ini hanya dimanfaatkan untuk berburu rente oleh bos lokal, orang kuat lokal dan kelas perantara provinsial untuk melestarikan hegemoninya di wilayah masing-masing.

Pada situasi ini, saya menilai, kekuasaan elit-elit di tingkat lokal sangat tergantung dari seberapa mudah mereka mengakses  sumber daya yang disediakan oleh negara kepada mereka.

Organisasi Kepemudaan Ikut Berburu Rente

Harus diakui, saat ini organisasi kepemudaan di tingkat daerah merupakan bagian dari kelas menengah yang mulai tumbuh di Indonesia. Mereka selalu bermimpi untuk menjadi pemimpin di tingkat daerah, atau setidaknya mendapatkan akses untuk melakukan mobilisasi vertikal ke pusat.

Anak-anak muda yang berorganisasi di tingkat lokal, pada saat yang sama merupakan energi bagi proses demokratisasi dan pendorong kemajuan ekonomi di tingkat lokal. Mereka adalah kalangan terdidik, baik melalui jalur formal, informal, maupun nonformal.

Namun, tidak semua berjalan positif, sebagian dari kalangan ini juga ada oknum-oknum yang menyeleweng dari garis perjuangan. Mereka adalah aktor yang memanfaatkan organisasi untuk memperkaya diri, praktik berburu rente mereka bahkan diluar dugaan.

Para pemburu rente muda ini, mendayung di antara koalisi pragmatis antara politisi, birokrasi, bos lokal dan jaringan organisasi kepemudaan. Mereka menjadi parasit kecil yang menginfeksi idealisme gerakan kepemudaan.

Agar lebih jernih, saya memberikan beberapa analisis terkait fenomena ini. Secara umum pemburu rente muda ini mendapatkan akses  ekonomi bukan karena kompetensi mereka, tetapi lebih kepada jaringan-jaringan politik yang telah mereka bangun dengan dalih “pemberdayaan pemuda” alias mobilisasi politik.

Baca Juga  Generasi Prekariat Indonesia: Berpendidikan dan Beresiko

Modus para oknum ini, adalah mencari penghasilan dari negara, dengan memperkuat relasi-relasi yang bersifat klientelis entah dalam bentuk etnis, agama, suku bahkan kesamaan organisasi.

Fenomena ini dapat menjelaskan bagaimana pemburu rente muda mendapatkan bagian dari proyek pemerintah daerah. Para oknum organisasi kepemudaan mendapatkan proyek karena “disayang” oleh elit-elit daerah karena dukungan politik mereka kepada lingkaran kekuasaan.

transfer rent” merupakan rente yang paling umum dilakukan pemerintah daerah kepada oknum-oknum organisasi kepemudaan. Transfer rent sendiri, menurut Gerry Van Klinken (2007), merupakan proses mentransfer barang milik publik menjadi milik pribadi melalui proses politik.

Sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan dapat diakses oleh para elit lokal, dimanfaatkan oleh elit lokal untuk membangun relasi patron  klien terhadap organisasi-organisasi kepemudaan.

Upaya ini dilakukan oleh para elit lokal untuk mempererat hubungan yang menguntungkan antara kedua belah pihak  antara elit lokal dan oknum organisasi kepemudaan. Karena oknum organisasi kepemudaan mempunyai akses ke jaringan anak-anak muda yang bisa dikerahkan untuk alat politik bagi para elit lokal entah untuk mendapatkan dukungan politik atau menyerang lawan politik.


Bagikan